Senin, 30 Januari 2012

KKA sebagai "Sebuah Proses Menjadi"


hal ini sering dipertanyakan oleh kalangan mahasiswa terutama mahasiswa baru Antropologi.  " kak, apa sih makna inisiasi????" dan disini saya menjelaskan makna inisiasi dalam Antropologi. Makna Inisisasi adalah "Sebuah proses menjadi," seperti halnya ucapan Prof. Dr. L. Dyson tatkala mengomentari foto pelaksanaan KKA 2011 dalam suatu jejaring sosial. Memang pelaksanaan KKA tahun 2011 kemarin, tergolong semarak. Setidaknya itu tercermin dari banyaknya dosen Antropologi yang hadir kala itu. Selain Prof. Dr. L. Dyson dan Ketua Departemen Antropologi, Sri Endah Kinasih, M.Si., tampak hadir Djoko Adi Prasetyo, M.Si., dan Budi Setiawan, M.A., selaku dosen pembina. Selain itu, hadir pula Dr. Toetik Koesbardiati, yang selain dosen, juga mewakili alumni (KELUARGA).

KKA merupakan singkatan dari Kemah Kekerabatan Antropologi, sebagai ritual ucapan “selamat datang” bagi mahasiswa baru Antropologi Universitas Airlangga. Ada juga yang mengenalnya sebagai Kemah Keakraban Antropologi. Bahkan secara berseloroh, ada pula yang menyebutnya sebagai Kamp Konsentrasi Antropologi.

Biasanya, KKA ini dilaksanakan pada medio tahun pertama bagi mahasiswa baru Antropologi. Disebut kemah, karena memang, KKA ini selalu digelar di luar kampus. Tepatnya, dilaksanakan pada suatu bumi perkemahan yang dipilih secara khusus.

“Pertama kali saya mendengar tentang KKA banyak hal negatif yang saya bayangkan. Tetapi, setelah saya mengikuti seluruh kegiatan KKA, saya menjadi kian yakin bahwa Antropologi memang pilihan yang tepat untuk saya !” demikian ungkap mahasiswi Antropologi angkatan 2011, ditemui sesaat setelah mengikuti kegiatan KKA baru lalu.
KKA selalu menyajikan dialektika yang menarik di permukaan. Bagi Universitas lain yang memiliki program studi Antropologi, kegiatan semacam KKA ini kerap disebut sebagai Inisiasi Mahasiswa Baru. Jadi, bagi mahasiswa Antropologi, KKA ini bukan sekedar ajang Ospek yang sengaja digelar di tingkat Prodi.
Inisiasi, memang sebuah istilah yang telah dikenal luas di kalangan antropolog. Inisiasi ini, sebagaimana pernah dinyatakan oleh Mordecai Marcus, diartikan sebagai bagian dari masa kecil, menuju remaja, hingga kemudian keanggotaannya dapat diterima secara penuh dalam adult society. Agar dapat diterima, biasanya inisiasi juga melibatkan beberapa jenis ritual simbolis.
Dalam kajian sastra, istilah inisiasi ini, diakui telah dipinjam dari Antropologi, dan dikemukakan untuk yang pertama kali setelah Perang Dunia II. Merujuk pada pendapat Freese, maka J.E. Gotowos menulis deskripsi yang melukiskan inisiasi sebagai sebuah langkah menuju pemahaman diri. Inisiasi menggambarkan sebuah episode untuk mendapatkan wawasan dan pengalaman, dimana pengalaman ini umumnya akan dianggap sebagai tahapan penting dalam menuju kedewasaan. Pada karakteristik yang lain, inisiasi menekankan pada aspek dualitas, berupa hilangnya kepolosan melalui sebuah pengalaman menyakitkan, namun diperlukan. Bahkan dapat disebut sebagai keuntungan dalam memperoleh identitas.
Selain itu, pengalaman inisiasi, baik itu berupa aturan, tugas dan perilaku yang dipelajari, memang sengaja diaktifkan agar dapat menjadi anggota penuh dari sebuah masyarakat. Di sini, inisiasi berfokus pada pengalaman individu dan konsekuensinya, hingga bersandar pada aspek sosiologis inisiasi. Pada aspek yang lain, inisiasi dapat menjelaskan proses penemuan antara "diri" dan "realisasi diri", yang pada dasarnya dapat diartikan sebagai proses individuasi.

Satu hal penting yang perlu disampaikan, jika memang KKA dapat diartikan sebagai suatu bentuk inisiasi, KKA pun akan memiliki agenda untuk mengajak mahasiswa baru, guna mengalami perubahan sehubungan dengan pengetahuannya tentang dunia atau diri mereka sendiri, perubahan karakter, atau keduanya.

Dan yang terpenting, perubahan ini harus merujuk pada titik yang sanggup membawanya menuju dunia "orang dewasa". Meski KKA juga merefleksikan beberapa bentuk ritual, namun dalam tantangannya, KKA juga harus mampu memberikan beberapa bukti bahwa perubahan positif itu, setidaknya cenderung memiliki efek yang permanen.

"Banyak hal yang bisa saya dapatkan dari kegiatan KKA ini. Mulai dari pembelajaran tujuh unsur budaya, mempraktekkan tentang apa itu Antropologi Visual, hingga menyerap rasa persaudaraan yang kental. Bisa dikatakan KKA 2011 ini, tidak bisa dilupakan begitu saja ! Penyambutan calon kerabat dengan tari-tarian hingga acara inisiasi yang telah menyambut kedatangan kita sebagai Kerabat Antropologi. KKA ini mengajarkan saya hal-hal baru," pungkas salah seorang peserta KKA 2011 Antropologi Universitas Airlangga.

Minggu, 22 Januari 2012

Antropologi Bukan Mencetak 'Tukang Sarjana

Roky Maghbal (alumni angkatan 1996)
Antropologi ? Jujur saja, sebelumnya tak pernah sedikitpun terbesit di benak saya, untuk mengambil studi ini, sebagai jenjang pendidikan lanjutan setelah lulus SMA. Keputusan menjatuhkan pilihan pada Antropologi FISIP UNAIR, juga bukan 100 % dari minat atau lubuk hati saya yang paling dalam, melainkan atas saran dari salah seorang mentor lembaga bimbingan belajar BES di Jalan Srikana, Surabaya.

Banyak pertanyaan yang memenuhi benak saya pada masa-masa awal perkuliahan. Dimulai dari mempertanyakan apa itu Antropologi yang sejatinya benar-benar baru bagi saya (maklum, semasa SMA saya mengambil jurusan A1 atau IPA), hingga pertanyaan ’lugu’ seorang mahasiswa baru yang ingin tahu, "Bisa kerja apa kelak setelah menyandang gelar sarjana Antropologi ?"

Pertanyaan-pertanyaan itu tak kunjung terjawab hingga masa studi saya menginjak semester akhir. Tetap saja saya kesulitan memberi jawaban ketika ditanya orang tua atau teman tentang apa itu Antropologi. Termasuk menjawab pertanyaan ’klasik’ tentang bakal kerja apa setelah lulus nanti.

Saya baru menemukan jawaban itu setelah nyambi bekerja sebagai surveyor di DetEksi (Jawa Pos) pada tahun 2000. Selain menjalankan tugas sebagai surveyor, saya juga sering berkontribusi memberi usulan topik survei (tentang perilaku anak muda di Surabaya yang menjadi bahasan DetEksi). Karenanya, saya mendapat promosi sebagai penulis, dan dilanjutkan kemudian dengan meniti karir sebagai wartawan olahraga.

Tanpa saya sadari, banyak hal yang saya pelajari selama kuliah tentang segala aspek manusia, beserta keanekaragaman perilaku maupun budayanya. Dan ternyata, hal ini telah memberi manfaat yang besar bagi saya dalam meniti profesi sebagai wartawan hingga kini. Bahkan tak hanya berprofesi sebagai wartawan, kini saya pun turut mendirikan media consultant yang menangani majalah, website, company profile, video profile, branding, serta beberapa bentuk konsultasi lain.

Sebagai manusia yang telah belajar banyak hal tentang manusia beserta budayanya, tak sulit bagi saya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dengan cepat . Ini sangat memudahkan saya, saat mendapat tugas liputan luar kota atau luar negeri.

Kini, pertanyaan saya telah terjawab. Antropologi FISIP UNAIR memang tidak mencetak seseorang menjadi 'Tukang Sarjana' (meminjam istilah dari sinetron Si Doel Anak Sekolahan), melainkan manusia yang lebih bernalar dan berwawasan luas, sehingga gampang beradaptasi, terserah apapun profesi yang dipilihnya kelak setelah lulus kuliah.

Terima kasih kepada Bapak mentor di lembaga bimbingan belajar BES yang mengarahkan saya agar kuliah di Antropologi FISIP UNAIR (maaf, saya lupa namanya), dan terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Antropologi FISIP UNAIR.