Minggu, 22 Januari 2012

Antropologi Bukan Mencetak 'Tukang Sarjana

Roky Maghbal (alumni angkatan 1996)
Antropologi ? Jujur saja, sebelumnya tak pernah sedikitpun terbesit di benak saya, untuk mengambil studi ini, sebagai jenjang pendidikan lanjutan setelah lulus SMA. Keputusan menjatuhkan pilihan pada Antropologi FISIP UNAIR, juga bukan 100 % dari minat atau lubuk hati saya yang paling dalam, melainkan atas saran dari salah seorang mentor lembaga bimbingan belajar BES di Jalan Srikana, Surabaya.

Banyak pertanyaan yang memenuhi benak saya pada masa-masa awal perkuliahan. Dimulai dari mempertanyakan apa itu Antropologi yang sejatinya benar-benar baru bagi saya (maklum, semasa SMA saya mengambil jurusan A1 atau IPA), hingga pertanyaan ’lugu’ seorang mahasiswa baru yang ingin tahu, "Bisa kerja apa kelak setelah menyandang gelar sarjana Antropologi ?"

Pertanyaan-pertanyaan itu tak kunjung terjawab hingga masa studi saya menginjak semester akhir. Tetap saja saya kesulitan memberi jawaban ketika ditanya orang tua atau teman tentang apa itu Antropologi. Termasuk menjawab pertanyaan ’klasik’ tentang bakal kerja apa setelah lulus nanti.

Saya baru menemukan jawaban itu setelah nyambi bekerja sebagai surveyor di DetEksi (Jawa Pos) pada tahun 2000. Selain menjalankan tugas sebagai surveyor, saya juga sering berkontribusi memberi usulan topik survei (tentang perilaku anak muda di Surabaya yang menjadi bahasan DetEksi). Karenanya, saya mendapat promosi sebagai penulis, dan dilanjutkan kemudian dengan meniti karir sebagai wartawan olahraga.

Tanpa saya sadari, banyak hal yang saya pelajari selama kuliah tentang segala aspek manusia, beserta keanekaragaman perilaku maupun budayanya. Dan ternyata, hal ini telah memberi manfaat yang besar bagi saya dalam meniti profesi sebagai wartawan hingga kini. Bahkan tak hanya berprofesi sebagai wartawan, kini saya pun turut mendirikan media consultant yang menangani majalah, website, company profile, video profile, branding, serta beberapa bentuk konsultasi lain.

Sebagai manusia yang telah belajar banyak hal tentang manusia beserta budayanya, tak sulit bagi saya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dengan cepat . Ini sangat memudahkan saya, saat mendapat tugas liputan luar kota atau luar negeri.

Kini, pertanyaan saya telah terjawab. Antropologi FISIP UNAIR memang tidak mencetak seseorang menjadi 'Tukang Sarjana' (meminjam istilah dari sinetron Si Doel Anak Sekolahan), melainkan manusia yang lebih bernalar dan berwawasan luas, sehingga gampang beradaptasi, terserah apapun profesi yang dipilihnya kelak setelah lulus kuliah.

Terima kasih kepada Bapak mentor di lembaga bimbingan belajar BES yang mengarahkan saya agar kuliah di Antropologi FISIP UNAIR (maaf, saya lupa namanya), dan terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Antropologi FISIP UNAIR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar